Dept. PSDM

                                                        




TEKTAN JAYA
PERMATEP BISA



                                                              Departemen PSDM
                                            (Pengembangan Sumber Daya Manusia) 
 Departemen PSDM merupakan salah satu departemen di dalam tubuh Permatep FP Unila yang mempunyai tugas untuk membentuk pola fikir mahasiswa TEP agar tidak terjebak dalam sifat yang apatis serta menyiapkan bibit-bibit baru yang mempunyai kopetensi di bidang teknik pertanian yang selalu mengedepankan akhlak dan sikap ilmiah dalam berkata dan bertindak yang nantinya kader-kader seperti inilah yang siap melanjutkan perjuangan Permatep menuju Permatep Mandiri dan Berakhlak.

semangat muda yang jangan disia-siakan salam cinta untuk anggota PSDM Permatep teman-teman dan adik-adikku ^^                                                 
                                                                                     

    Kegiatan Departemen PSDM (UP GRADING II MAHASISWA TEP AKT '10 DAN '09

penyerahan plakat oleh ketum permatep
Kekuatan sebuah organisasi sangat tergantung dengan kualitas kader sebuah organisasi tersebut di perguruan tinggi terutama di Unila kebutuhan akan kader tangguh sebuah organisasi sangat sulit karena rata-rata mahasiswa bersifat apatis dengan sebuah kata organisasi.
dengan latar belakang kebutuhan akan kader militan juga sebuah organisasi sangat di tuntut untuk bisa mengembangkan sumber daya manusia sehingga organisasi tersebut dapat beradaptasi dengan perubahan dinamika kampus.

materi 2 oleh  Inu Fauzan
Untuk itu lah Permatep melalui departemen PSDM sebagai organisasi kader melakukan sebuah training yang di beri nama UP GRADING MAHASISWA TEP dengan mengangkat tema "Bergerak Menuju Permatep Mandiri" yang di adakan  di gedung C fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tanggal 12 februari 2011.
Adapun materi yang yang disampaikan adalah :

1. manajemen Keorganisasian (Wahyu Irawan n Arif andika Putra)
2. manajemen kesekretariatan (Inu Fauzan)
3. Motivasi Berorganisasi (Warji.S.T.P,M.Si)
suasana up grading

peserta up grading
Alhamdulilah  agenda ini dihadiri 75 peserta dari angkatan 2009 dan 2010, semoga dengan acara-acara bertipe seperti ini sikap apatis mahasiswa TEP bisa dikurangi dan menghasilkan kader-kader yang tangguh, selain itu cara ini dibarengkan dengan launching BBT (bengkel belajar TEP) yang dikhususkan untuk mahasiswa 2010 dengan tujuan sarana pembinaan akademik maupun  ke Permatep an.

 PSDM Permatep

12 Februari 2011



Oleh: Teddy (Kadept, PSDM Permatep) Kader suatu organisasi adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga ia memiliki kemampuan yang diatas rata-rata orang umum. Oleh karena itu jika mentoring dan training keislaman , atau training-training lainnya yang dilakukan oleh organisasi Islam, sementara para aktivisnya tak menunjukkkan kelebihan-kelebihan yang signifikan dbandingkan dengan orang-orang umum, maka sesungguhnya pengkaderan yang dilakukan dapat dikataklan tak berhasil. Atau sederhananya, pengkaderan tersebut menyalahi filosofi pengkaderan. Yakni munculnya kader yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bukan sebaliknya, munculnya kader yang sama dengan manusia rata-rata.
Kalau kita kaitkan dengan statement Al-Qur'an, maka akan kita dapatkan isyarat keunggulan kader Islam. Yakni misalnya saat Allah SWT menyebut bahwa kekuatan tentara Islam (para sahabat Rasul SAW ) di medan jihad dibandingkan dengan kekuatan kafir, adalah minimal 1:2 , maksimal 1:10 (Al Anfal:65-66). Prasyarat mendasar dalam keunggulan tersebut adalah terkait langsung dengan kekuatan iman mereka. Jika iman tinggi maka dapat mencapai perbandingan 1:10; namun jika iman rendah tetap dapat mengungguli dengan perbandingan 1:2.
Sampai di sini kita dapat menangkap isyarat keniscayaan iman dalam kaderisasi Islam. Penanaman fondasi iman harus menjadi prioritas utama dan pertama. Walaupun juga penting dicatat bahwa ia bukanlah satu-satunya faktor, yang menafikkan dimensi kaderisasi lainnya secara utuh.
Faktor lain yang patut kita pertimbangkan dalam hal kaderisasi adalah potensi dasar/bawaan sang kader. Potesni dasar/bawaan tersebut sesungguhnya telah dapat kita baca, melalui perjalanan hidupnya, terlepas saat itu ia telah mengalami kaderisasi penanaman keimanan atau belum.
Contoh yang paling monumental untuk hal di atas adalah, bagaimana dahulu Rasulullah SAW berdoa agar Allah SWT membukakan hidayah Islam kepada salah satu dari dua Umar , yakni Umar bin Khottob atau Umar bin Hisyam (Abu Jahal). Rasulullah sangat berharap keislaman mereka , karena mereka dikenal sebagai orang yang keras pendirian dan sangat berani. Dengan masuknya salah seorang mereka maka Islam insya Allah SWT akan lebih kuat.
Peristiwa di atas menunjukkan bahwa visi integral dari kaderisasi , selain mengedepankan urgensi keimanan seseorang, tapi juga tak boleh juga melupakan bakat/potensi dasar yang dimiliki oleh sang calon kader tersebut juga harus dipertimbangkan. Sehingga tak terjadi nanti setelah banyak kader yang matang dalam hal keimanan dan semangat pengorbanan untuk Islam , lalu organisaisi/gerakan Islam di hadapkan pada persoalan lain. Yakni kader-kader tersebut memiliki kelemahan di berbagai bidang strategis, misalnya kualitas kepemimipinan, managerial, pemikiran/perencanaan strategis; keilmuan/saintek , kepiawaian diplomasi; kepribadian yang dapat memikat massa/orang banyak; kreativitas dan kejelian; dan lain-lain.
Kalau hal di atas yang terjadi, maka akan dapat diduga sulit bagi gerakan/organsisasi Islam tersebut untuk muncul memikat dan menguasai di pentas percaturan elite nasional/internasional (baik percaturan elite politik, ekonomi, ilmuan , teknokrat, saintek, militer, media massa, pendidikan, sosial budaya, dan lain-lain).
Jadi ada filosofi kaderisasi yang harus diperhatikan benar oleh setiap organisasi/pergerakan Islam. Yakni:
  1. Mereka harus mencari bibit-bibit unggul dalam kaderisasi (dengan tanpa meninggalkan kader-kader umum yang siap berkhidmat untuk kepentingan Islam ) , bukan malah meninggalkannya, karena para bibit unggul tersbut dianggap "sulit/alot" untuk dikader.
  2. bahwa mereka harus mampu menawarkan visi- missi ke depan yang jelas dan memikat ; serta menawarkan romantika Islamisasi yang menantang bagi para Muslim-Muslimah yang potensial; sehingga mereka dengan senang hati akan terlibat mencurahkan segenap potensinya di jalan Islam.
  3. Untuk dapat menjalankan peran no.2 diatas , maka organisasi/gerakan Islam harus terlebih dahulu mematangkan visi-missi mereka; dan termasuk sikap mereka terhadap persoalan mendesak dan aktual kemasyarakatan; serta pada saat yang sama tersedianya para pengkader yang handal, untuk menggarap bibit-bibit potensil tadi.
  4. Adalah ciri kader -kader potensil , setelah mereka memahami dan meyakini fikroh dan manhaj yang telah diinternalisasikan kepadanya, maka jiwanya akan terpacu untuk berkerja, berkarya dan berkreasi seoptimal mungkin. Maka di sini organisasi/pergerakan dituntut untuk dapat mengantisipasi dan menyalurkannya secara positif. Dan memang sepatutnya organisasi/pergerakan mampu melakukannya, karena bukankah yang namanya organsiasi/pergerakan berarti terobesesi progresif bergerak maju dengan satu organisasi yang efisien dan efektif , bukan sebaliknya.
  5. Jika ternyata karena satu dan lain hal kader-kader tersebut tak dapat direkrut masuk ke dalam, maka organisasi/pergerakan Islam harus mencari mekanisme lain untuk tetap dapat berkerjasama dengan mereka dalam berbagai kemaslahatan sejauh yang dimungkinkan. Karena efektivitas dan efesiensi proses Islamisasi pada hakikatnya terkait langsung dengan kemampuan mensinergiskan seluruh potensi, bukan malah memecah belahnya.
  6. Akhirnya kembali perlu ditegaskan bahwa hal yang tak boleh terjadi dalam kaderisasi, yakni suatu proses pengkaderan yang tak terobesesi / mengambil peduli untuk merekrut kader-kader yang potensil . Jika hal ini terjadi, maka sesungguhnya pengkaderan tersebut telah menyalahi filosofi kaderisasi. Itu mungkin terjadi manakala para pengkader kehilangan visi dan missi besar yang harus dimainkan oleh organisasi/gerakan Islam. Semoga kita bisa menghindarkan hal ini, suatu gejala yang lebih tepat disebut kederisasi (baca keder bahasa Betawi) ketimbang kaderisasi.
Wallahu a’lam bishowab.

                   PENGEMBANGAN SDM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
                            Solusi Mengatasi Kemiskinan Di Bumi Lampung)

Pada makalah ini dibahas secara garis besar tentang program pengembangan sumber daya manusia (SDM) bagi masyarakat miskin. Pembahasan dimulai dengan gambaran kemiskinan di Indonesia serta problem SDM yang dialami oleh keluarga miskin.
Pada bagian berikutnya disajikan mengenai esensi pengembangan SDM, strategi pengembangan SDM serta strategi program pengembangan SDM. Makalah ini diakhiri dengan penutup yang berisi rekomendasi pentingnya disusun strategi pengembangan SDM bagi masyarakat miskin.
PENDAHULUAN 
Indonesia hingga saat ini masih dihadapkan pada persoalan tingginya jumlah masyarakat yang berada dalam kondisi miskin. Persoalan ini menjadi perhatian serius karena besarnya jumlah masyarakat yang tergolong miskin. Untuk mengatasi persoalan ini, negara, dalam hal ini pemerintah, swasta dan sektor ketiga, perlu didorong untuk memberikan perhatian serius mengatasi problem kemiskinan tersebut.
Salah satu penyebab kemiskinan adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Institut Manajemen Zakat (IMZ) mengidentifikasi terdapat 4 (empat) problem SDM yang dialami oleh keluarga miskin[1]. Pertama, Keluarga miskin tidak mampu membiayai anaknya di sekolah negeri karena tingginya biaya SPP, harga buku dan seragam serta biaya ujian reguler, ujian negara dan sebagainya. Kedua, Anak-anak keluarga miskin jarang bisa masuk ke sekolah negeri karena rendahnya kemampuan mereka sehingga tidak memenuhi persyaratan nilai minimum yang dikehendaki. Ketiga,  Sudah lulus SMA tidak mendapat pekerjaan yang sesuai karena kurangnya bekal ketrampilan yang memadai. Keempat, Kesenjangan antara masyarakat elit berpendidikan dengan si miskin yang kurang berpendidikan semakin lebar.
Menghadapi kondisi yang semakin sulit dewasa ini diperlukan Strategi Pengembangan SDM Bagi Masyarakat Miskin. Kendati, pada dasarnya dengan adanya kebijakan nasional tentang Wajib Belajar 9 tahun yang terkait dengan seluruh penduduk merupakan hal yang mendasar bagi pengembangan SDM. Karena dengan adanya program tersebut seyogyanya kita akan dapat mengambil kesimpulan bahwa di Indonesia 100% penduduk telah mengenyam pendidikan selama 9 tahun.
Tetapi kenyataan menunjukkan lain, jumlah anak yang tidak sekolah dan putus sekolah begitu besar. Untuk itu, dukungan APBN diarahkan secara riel dengan men-support pendidikan selama 9 (sembilan) tahun. Melalui kebijakan ini, pemerintah bisa memberikan reward atau punishment kepada masayarakat. Misalnya, bagi yang individu dan sekolah yang sukses diberikan penghargaan. Sebaliknya bagi individu dan sekolah yang tidak sukses bisa diberikan sangsi. Sehingga masyarakat betul-betul memiliki keseriusan di dalam mensukseskan gerakan wajib belajar 9 tahun ini.
Kebijakan yang utuh terhadap Wajib Belajar ini, akan memberikan kontribusi besar bagi pengembangan SDM. Sehingga masyarakat miskin dengan keterbatasan ekonominya tetap mampu mengenyam pendidikan.
Menghadapi berbagai persoalan yang dialami keluarga miskin, maka tulisan ini mengkaji tentang “Strategi Pengembangan SDM Bagi Masyarakat Miskin”. Melalui pengembangan SDM ini diharapkan persoalan kemiskinan dapat diatasi. Hal ini juga dkuatkan oleh kajian Asian Development Bank (ADB). Menurut ADB, Sumber daya manusia seringkali merupakan satu satunya aset yang dimiliki kaum miskin, dan perkembangannya memiliki kepentingan yang mendasar dalam pengurangan kemiskinan. Membangun keahlian-keahlian yang dapat dipasarkan, melindungi kaum miskin terhadap bahaya dan resiko kesehatan, serta menghapus praktek-praktek membahayakan seperti penggunaan tenaga anak, merupakan inti dari pengembangan sumber daya manusia. Adalah perlu untuk memastikan relevansi, kualitas dan kuantitas jasa-jasa layanan sosial untuk meningkatkan produktifitas dan partisipasi seluruh anggota masyarakat.[2]
ESENSI PENGEMBANGAN SDM
Pengembangan SDM (PSDM) adalah proses merubah SDM yang dimiliki organisasi, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain yang lebih baik. Tujuan PSDM mempunyai dua dimensi yaitu dimensi individu dan dimensi institusional/ organisasional. Tujuan berdimensi individual mengacu kepada sesuatu yang dicapai oleh seseorang pegawai sebagai akibat dari dilaksanakannya PSDM. Tujuan berdimensi institusional mengacu kepada apa yang dapat dicapai oleh institusi/ organisasi, sebagai hasil dari program-program PSDM.[3]
Melalui Pengembangan SDM diharapkan terjadi perubahan kondisi dari manusia miskin menjadi kaya, baik dari sisi kejiwaan maupun harta yang dimilikinya. Syukri Salleh (2007) menguraikan tentang 4 (empat) kriteria manusia dengan berbagai implikasi dasarnya[4], antara lain: kaya jiwa kaya harta, kaya jiwa miskin harta, miskin jiwa miskin harta dan miskin jiwa kaya harta.
Tabel 1. Kriteria Manusia dan Implikasi Dasarnya
Golongan
Jiwa
Harta
Implikasi Dasar
1
Kaya
Kaya
Kategori paling bagus, seumpama para sahabat seperti Sayyidina `Uthman bin Affan dan Sayyidina Abdul Rahman bin `Auf. Patut digalakkan seramai mungkin.
2
Kaya
Miskin
Boleh dibenarkan wujud dengan pilihan mereka sendiri, kerana boleh hidup tanpa membebankan negara dan masyarakat, seumpama Sayyidina Ali dan ahlus-suffah.
3
Miskin
Miskin
Kategori paling negatif yang sangat-sangat memerlukan pertolongan. Peruntukan negara yang besar perlu ditumpukan kepada kategori ini untuk mengurangkan, kalau pun tidak boleh dibasmi sepenuhnya, golongan ini.
4
Miskin
Kaya
Kategori kedua paling negatif, seumpama Qarun dan Sha’labah. Peruntukan besar juga perlu ditumpukan kepada kategori ini untuk meningkatkan kekayaan jiwa mereka, agar kekayaan harta mereka dapat dimanfaatkan negara dan masyarakat keseluruhannya.
Melalui Proses PSDM akan terlahir manusia-manusia yang kaya jiwa dan kaya harta. Kalaupun mereka berada dalam miskin harta tetapi jiwanya tidak gersang. Kita tentu tak ingin masyarakat miskin tetap berada dalam kondisi miskin jiwa dan miskin harta, ataupun miskin jiwa kaya harta.
STRATEGI PENGEMBANGAN SDM
Pada era modern, mengglobal dan berubah teramat cepat ini, penyiapan SDM yang berkualitas menjadi semakin rumit. Tetapi, kerumitan ini sebaiknya kita perlakukan sebagai tantangan yang harus dihadapi oleh semua praktisi PSDM. Tantangan tersebut antara lain berhubungan dengan standar kualitas, teknologi diklat, status PSDM dan praktisi PSDM.[5] Sehingga diperlukan strategi khusus yang sesuai dengan kondisi yang ada.
Strategi pengembangan pegawai (SDM) meliputi proses dan langkah-langkah yang cukup kompleks. Proses PSDM adalah proses yang terus-menerus dilakukan oleh sebuah organisasi. Proses ini mencaku empat kegiatan besar, yaitu Analisis Kinerja, Analisis Kebutuhan PSDM, Desain dan Implementasi PSDM, serta Evaluasi PSDM.[6]
1. Analisis Kinerja
Kinerja adalah adalah terjemahan dari performance. Arti umumnya adalah perbuatan atau prestasi. Ada pula yang mengartikan kinerja sebagai perbuatan yang berdaya guna. Dalam konteks khusus, kita memberi pengertian kinerja atau performance sebagai hasil kerja seseorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkret dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).
2. Analisis Kebutuhan PSDM
Analisis Kebutuhan PSDM adalah analisis kinerja yang difokuskan pada analisis kinerja SDM (peawai/pekerja) dan berakhir dengan teridentifikasinya kebutuhan PSDM. Kebutuhan (needs) disini dapat berupa kebutuhan diklat (Training Needs), dapat pula berupa kebutuhan PSDM non-diklat (Non-Training Needs). Enam langkah analisis kebutuhan PSDM adalah sebagai berikut: mengidentifikasi standar kinerja SDM, mengidentifikasi kinerja SDM, mengidentifikasi masalah SDM, mengidentifikasi bukti-bukti masalah SDM, mengidentifikasi penyebab masalah SDM, dan identifikasi solusi (kebutuhan) PSDM.
3. Desain dan Implementasi PSDM
Desain pelatihan atau rancangan pelatihan adalah rencana bangunan pelatihan yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah Tujuan Instruktsional, Strategi Instruksional, Bahan Ajar dan Evaluasi. Keempat komponen bersar ini terdiri dari beberapa komponen-komponen lain yang lebih kecil dan teknis, misalnya, GBPP, SAP, dan lain-lain.
4. Evaluasi PSDM
Evaluasi atau penilaian adalah suatu rentetan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan sistematis, dimulai dari penentuan tujuan, perancangan, pengembangan instrumen, pengumpulan data, penganalisisan data dan menafsirkan temuan dengan tujuan untuk menentukan sesuatu dengan cara membandingkan dengan standar penilaian yang disepakati.
STRATEGI PROGRAM
Masyarakat miskin dengan berbagai karakternya juga memiliki hak untuk mendapatkan program pengembangan SDM. Secara mikro, program ini diharapkan mampu memberikan solusi kepada masyarakat miskin untuk berubah menjadi masyarakat yang kaya baik jiwa maupun hartanya. Secara makro, adanya program ini akan menaikkan rating mutu SDM yang dimiliki negara dimata dunia internasional. Disamping itu, beban negara daam bentuk mata anggaran program pengentasan kemiskinan juga akan semakin berkurang.
Agar tujuan tercapai, organisasi harus mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki, termasuk sumber daya manusia (pegawai). Dalam hal ini, para perencana pengembangan SDM harus bisa mengantisipasi program dan kegiatan apa saja, yang berhubungan dengan pegawai, yang dapat mendukung tercaainya tujuan organisasi. Terdapat 2 (dua) macam program pengembangan SDM, yaitu strategi training dan strategi non-training.[7]
Strategi Training
Secara umum, kita mengambil strategi training jika dan hanya jika masalah yang kita hadapi dan sumber masalahnya berhubungan langsung dengan kemampuan pekerja (kognitif, psikomotor atau sikap).[8] Beberapa macam training berikut ini dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan SDM, yaitu:
1. Information Processing (seminar, briefing, belajar mandiri)
2. On the Job Training (berlatih sambil bekerja, bekerja sambil berlatih)
3. Simulasi (pelatihan dalam konteks kerja buatan yang dibuat semirip mungkin dengan konteks kerja sesungguhnya)
Selain itu, training juga dapat bersifat :
1. Terpusat (semua trainee ditempatkan di satu tempat)
2. Tersebar (trainee di tempat-tempat yang tersebar sesuai dengan materi, kepangkatan, divisi kerja, tujuan pelatihan dan sebagainya).
Sedangkan di dalam kegiatan training itu sendiri, kita boleh memakai berbegai pendekatan, antara lain:
1. Ceramah
2. Diskusi kelompok
3. Simulasi
4. Bermain peran (role play)
5. Demonstrasi
6. Belajar mandiri
7. Studi kasus
8. Praktek lapangan
9. Penelitian
10. Praktek laboratorium
Strategi Non-Training
Kita mengambil strategi nontraining jika masalah dan sumbernya berhubungan dengan hal-hal selain kemampuan pekerja. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan kita mengambil strategi nontraining untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan kemampuan pekerja (misalnya pekerja mengalami kecelakaan fatal, pekerja dianggap terlalu bebal selalu membuat masalah dan sebagainya).[9]
Dalam kenyataan sehari-hari, kita seringkali harus mengambil beberapa alternatif strategi sekaligus. Strategi yang kita ambil barangkali kombinasi antara “memperbaiki sistem manajemen” dan “memperbaiki desain pekerjaan”. Tak jarang pula kombinasi itu antara strategi training dan nontraining (misalnya “memperbaiki desain pekerjaan” dan  “melatih pekerja”.[10]
Belum sempurnanya dukungan pemerintah terhadap pengembangan SDM baik pada tingkat dasar, menengah, atas mapun pendidikan tinggi, tidak boleh memupuskan harapan masyarakat miskin. Oleh karena itu, diperlukan strategi mikro yang mampu menjadi jalan keluar bagi pengembangan SDM masyarakat miskin. Strategi ini bisa diterapkan oleh lembaga-lembaga sosial kemanusiaan maupun perusahaan melalui Corporate Social Responsibity (CSR).
Tabel Alternatif Program Pengembangan SDM Bagi Masyarakat Miskin[11]
No
Bentuk Program
1
Bea Studi
1.       Dialokasikan untuk siswa cerdas dengan kriteria tertentu
2.       Dialokasikan untuk siswa yang dapat menembus Perguruan Tinggi terbaik
3.       Siswa mendapat bimbingan dari pengelola beastudi
4.       Maksud dan tujuan bimbingan bagi siswa jelas terarah
5.       Siswa berpotensi dijadikan leader atau para manajer
6.       Sebaiknya pengelola memiliki hubungan (MOU) dengan sekolah
2
Bea Guru
1.       Guru atau pendidik merupakan rantai paling strategis dalam pembangunan SDM
2.       Dengan peran strategis itu seyogyanya para guru berkonsentrasi  penuh untuk mengajar
3.       Kebutuhan guru harus dipenuhi, yakni :
- Kebutuhan akan penghasilan yang layakagar hidup  tentram
- Kebutuhan akan pengembangan sumber daya guru dalam pengetahuan, metode pengajaran dan peningkatan ketrampilan
- Kebutuhan aktualisasi dalam mengajar dan meneliti
- Kebutuhan akan kehormatan diri
3
Sekolah Kejuruan
1.       Ditujukan bagi siswa ‘kurang potensial’ untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi
2.       Dimaksudkan sebagai bekal setelah lulus langsung dapat bekerja
3.       Masih dibuka kesempatan bagi yang ternyata berprestasi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi
4.       Seluruh komponen manajemen pendidikan yang dibutuhkan, didisain dan disediakan sebaik-baiknya
4
Kursus Keterampilan
1.       Ditujukan bagi siswa yang putus sekolah
2.       Dimaksudkan sebagai bekal untuk langsung bekerja
3.       Siswa mendapat bimbingan yang jelas arah dan   tujuannya
4.       Sebaiknya pengelola bea studi memiliki hubungan dengan penyelenggara kursus ketrampilan
5
Pemagangan
1.       Ditujukan bagi siswa yang putus sekolah
2.       Latihan ketrampilan ini dimaksudkan sebagai bekal untuk langsung bekerja
3.       Disediakan dana sebagai management fee jika dibutuhkan pemilik usaha
4.       Akan lebih baik lagi jika pemilik usaha merupakan mitra kerja sama, atau mendapat bantuan atau merupakan donatur lembaga
PENUTUP
Maju mundurnya bangsa ini seyogyanya sangat ditentukan oleh kualitas SDM masyarakatnya. Ketika mutu SDM bangsa Indonesia berada pada posisi yang rendah, maka kita perlu merasa khawatir akan nasib bangsa ini di masa-masa mendatang.
Bagi keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi, pengembangan SDM anak-anaknya akan dapat mereka atasi sendiri dengan menyekolahkannya ke sekoah-sekolah unggulan. Akan tetapi bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin hal ini tak mudah dicapai. Oleh karena itu, kita berharap kepada pemerintah untuk memberikan alokasi dana khusus bagi pengembangan SDM dari keluarga miskin. Sehingga mereka juga bisa berkembang dan berkontribusi terhadap negara.

2 komentar:

  1. tolong lebih imajinatif, biar gak terkesqan monoton pada tampilan halaman web dept. PSDM ini...

    BalasHapus